Cari disini

Selasa, 19 Mei 2015

Fakta Sakit Yang Belum Terungkap

Fakta Sakit Yang Belum Terungkap

 

        Aku, aku bukanlah aku yang selalu kuat dengan tendangan rasa sakit pada tubuhku
Aku bukanlah aku yang selalu bisa membuat orang tersenyum dengan adanya kehadiranku
Aku bukanlah wanita yang selalu berusaha menahan sakitnya perjalanan hidup
Aku bukanlah manusia yang memiliki sejuta kesabaran
Aku hanya wanita yang sedang berusaha untuk itu semua
Belajar tersenyum mesti harus menahan sakit, Belajar sabar meski merasa tersakiti
Dan belajar tertawa ikhlas jika memang tawa itu yang akan membentuk bungkahan rasa tenang di hati ini
      “Sejak kapan kamu merasakan sakit itu dek?” Pertanyaan itu secara sengaja dilemparkan kepadaku yang sedang menahan rasa sakit di bagian kepala di dalam sebuah ruangan 4×5, ruangan yang begitu sempit menurutku untuk seorang dokter, ruangan itu terlihat cukup rapi, tapi sangat sempit karena dipenuhi oleh panjangnya tempat tidur pemeriksaan pasien dan meja tempat interviewnya dokter dengan pasien. Namun sepertinya sang dokter masih tetap enjoy untuk menjalankan tugasnya sebagai seorang dokter di salah satu rumah sakit swasta itu.
Malam itu aku dipaksa pergi oleh salah satu teman terdekatku, pergi ke tempat dimana seharusnya aku bertanya mengenai sakit yang menghantuiku selama delapan tahun silam.
Awalnya hanya berfikir sakit yang akan hilang begitu saja, namun 7 tahun belakangan, rasa sakit itu terus mengikuti jejak hidupku, ikut berpetualang denganku untuk mencari keindahan hidup dan pengalaman hidup.
Tak sadar bahwa rasa sakit itu selalu bertengger di kepalaku sampai aku berada di atas puncak kota padang, tepatnya di atas bukit pinggir kota padang. Sampai sekarang aku masih berfikir, ada apa? Dan kenapa bisa? Dimana salahnya? Tiga pertanyaan itu selalu bermain di fikiranku, seolah mengacak-ngacak file yang sudah tersusun rapi selama aku hidup.
Selintas terfikir olehku, aku hanya orang biasa yang juga memiliki rasa sakit, tak akan selamanya aku bisa tersenyum, walaupun dibalik senyuman ada tangis yang tak terungkap. Aku selalu mencoba untuk bertahan, bahkan aku pun sudah mencoba bertanya kesana kemari mengenai rasa sakit yang ku alami, namun jawaban mereka selalu berbeda.
Suatu ketika aku pernah tak tahan merasakan sakit itu, aku berteriak sambil menarik-narik rambutku, seolah rasa sakitnya akan hilang jika aku menarik rambut dan memukul-mukul kepalaku, kejadian itu tidak hanya di kos-kosan ku saja, namun di rumah pun aku sudah mengalaminya, namun tindakan mereka cukup berbeda, di kos aku mendapat pelayanan yang panik, semua teman-temanku panik, apalagi ketika mereka melihatku berteriak kesakitan dan menarik-narik rambutku, semua tenaga mereka berdayakan untukku, sampai-sampai minyak angin Fresscare pun mereka oleskan di bagian tangan, kepala, dan kakiku, taukah apa yang terjadi? aku berteriak karena kehangatan, rasanya aku ingin menyelam ke dalam kolam karena tidak tahan dengan panas mint nya.
Hidupku sampai sekarang hanya bergantung dengan pil, sekitar 4 tahunan aku mengkonsumsi paramex untuk menghilangkan rasa sakit jika sakit itu mulai kambuh, aku tidak bisa ngapa-ngapain jika di bagian kepalaku sudah sakit, dan setelah aku konsultasi dengan salah seorang dokter di tempat aku magang waktu kuliah, beliau menyarankan aku untuk periksa mata, dan menyarankan untuk meminum obat penghilang rasa sakit. Aku pun mulai meminumnya, setiap aku merasakan sakit hanya obat itu yang aku konsumsi.
Lama-kelamaan aku pun sudah terbiasa mengkonsumsinya, jika obat yang di tanganku sudah habis aku membelinya ke apotik, begitulah kebiasaan selama beberapa satu tahun belakangan yang aku kerjakan, setiap merasakan sakit aku langsung meminumnya. Namun beberapa bulan yang lalu aku ketahuan sering sakit, dan pada akhirnya temanku mengiringku ke rumah sakit, dan alhasil aku disuruh konsultasi lebih lanjut ke bagian syaraf, perkiraanku sebelumnya aku hanya sakit biasa-biasa saja, seperti yang disampaikan dokter tersebut bahwa aku hanya migrain, eeee malah disuruh periksa lanjut ke dokter syaraf, aku kagetnya bukan main teman, sampai sekarang aku belum juga mengikuti saran dokter yang di ruang 4×5 tersebut.
Aku hanya bertahan dengan pil yang berbeda, yang baru ku konsumsi.. Entah akan seperti apa hidupku nanti, aku hanya berserah diri kepada sang pemberi kehidupan, bahwa aku akan baik-baik saja selagi aku di bawah lindungannya, akan seperti apapun sakit yang kuderita, itu adalah kuasanya, karena nyawaku adalah milikNYa.
Kita akan hidup jika kita mampu menghidupkan jiwa
Menghidupkan fikiran
Semuanya akan baik-baik saja,
Rasa takut akan mematikan jika kita tidak happy menjalaninya.
Hanya kamu yang bisa menghidupkan semangat yang ada di jiwamu
Tetaplah untuk bersemangat dan tersenyum…
Rasa sakit itu sudah bertengger di kepalaku, bahkan kami sudah seperti teman dekat akhir-akhir ini, seperti dinding tampa batas. Namun hari-hari yang ku lalui masih sama dengan mereka yang tertawa disana, bergembira dan menari seperti pena di atas kertas.
Sekenario kehidupan tetap ku jalankan sesuai alur yang telah ditentukan, aku akan tetap merasakan sedih, senang dan tertawa di bawah gulungan awan putih di setiap hari-hariku.
Pernah suatu ketika aku bercengkrama dengan beribu bintang di langit, dari kejauhan aku berteriak di dalam hati, bintang, bisakah aku mencapai semua mimpi yang sudah menjadi obor hidupku di masa depan? Akankah aku bisa sampai untuk meraih senyuman bangga untuk orangtuaku dan keluarga besarku? Ternyata bintang di langit sana hanya bisa mengiyakan pertanyaanku dengan kelipan cahayanya, semenjak itu aku sering berbicara dengan bintang. Ketika aku sedih, senang, sakit dan terluka.
Ternyata permainan hidup ini membuat aku harus betah menjadi manusia yang harus bahagia dengan keadaan dan rintangan hidup. Masalah demi masalah pun sudah mulai berangsur-angsur menghampiriku, namun semangat inilah yang menghantarkan aku untuk tetap tegar.
Setiap lika-liku kehidupan yang kita lewati pastinya akan ada tikungan yang berjejer di depan kita, mampu dan sanggupkah kita untuk menjalaninya, itu semua tergantung dengan semangat kita untuk menembus semua tikungan yang akan membuat kita jatuh dan terdampar. Ketika itulah senyuman akan terasa indah seperti pelangi mulai mewarnai hidup. Dan kamu adalah apa yang kamu pikirkan, kamu akan bisa jika kamu berfikir kamu bisa seperti pepatah yang keluar dari dua bibir Ary Ginanjar dalam sebuah buku terapi berfikir positif “you can if you think you can”.
Ketika kamu bersedih
Cobalah lihat ke arah langit
Ternyata kamu tidak sendiri
Ada banyak bintang yang menemanimu
Memberi cahaya bersama bulan purnama
Yang akan setia mendengarkan ceritamu
Ketika gerimis itu sudah membasahi
Ada pelangi yang menghiasi hidupmu
Memberi sejuta warna dalam perjalanan panjangmu
Kamu adalah apa yang kamu fikirkan
Tetap semangat dan tetap tersenyum
Kamu akan sampai di pintu masa depan
Jalani dan hadapi
Semua adalah proses untuk menjadi sukses
Hadapi segala rintangan
karena kebaagian itu pasti datang

“senyum merupakan tanda semangat hidup untuk tetap berjuang dalam meraih apa yang diimpikan”

sekian dan sampai jumpa lagi :)

Selasa, 03 Maret 2015

TENTANG CINTA



Mengenal cinta tidaklah mudah, apalagi memahaminya. Sangat sulit sekali. Di masa depan, di mana tak seorang pun tahu apa yang terjadi pada kemudian hari. Semua hal yang penuh dengan resiko, memulai hal kecil dengan hal besar dan memulai hal besar melalui hal kecil. Menyelesaikan hal dengan sepenuhnya tanpa ada yang diperhatikan tetapi, di sisi lain itu sangat merepotkan.
Cinta itu hitam dan putih. Ada gelap dan terang, ada yang pergi dan yang datang. Cinta juga abstrak, hitam putihnya tidak pernah diketahui secara jelas. Aneh, tidak pernah tahu apa yang dimaksud, tak juga ingin tahu apa yang diinginkan. Cinta, perasaan yang terkadang menyiksa tetapi ditampakkan dengan kelembutan. Seiring berjalannya waktu terkadang cinta itu dapat membuat setiap yang merasakan menjadi suatu hal yang berbeda dari dirinya. Terkadang pula cinta dapat membuat orang menjadi merasa bodoh.
Kenangan itu kembali muncul dan teringat hanya karena kotak kecil yang berisi sejuta kenangannya dan kekasihnya di masa SMA dulu. Karena kotak itu pula kekasihnya dulu yang sekarang menjadi mantan kekasinya itu kembali datang kepadanya. Karena kotak kecil itu pula mereka dipertemukan kembali dari setahun mereka tidak pernah bertemu. Walaupun pertemuan mereka hanyalah untuk mengembalikan kotak kenangan itu dan kembali membuat bara api yang dinyalakan gadis tersebut padanya. Tetapi dalam kemarahan pun gadis tersebut tetaplah yang terindah di mata dia.
“Iya haloo,” seru gadis tersebut kepada seseorang di sebrang telfonnya.
“Aduh, kenapa sih kamu tidak bisa lagi, aku kan mau mengantarkan undangannya sama kamu, nanti juga ada pemilihan dekorasi gedung,” seru gadis tersebut dengan nada kesal.
Tiba tiba ada yang menyemprot air di baju gadis tersebut, sehingga dia pun terkejut dan tidak sengaja hpnya terpental dan jatuh.
“Dev, apa-apaan sih kamu, kurang kerjaan banget kamu kira aku ini mobil kotor kamu yang kamu cuci,” makinya pada cowok di hadapannya.
“Maaf, tadi memang sengaja, habis kamu cemberut saja dari tadi,” kata cowok yang bernama Dev Anand tersebut.
“Jadi jatuh ini handphoneku,” kata gadis tersebut sambil mengambil ponselnya dan melanjutkan obrolanya dengan seseorang di sebrang ponselnya dan sedikit berjalan menjauh.
“Bagaimana? Ada apa lagi kamu? Kapan dong, kita bisa bertemu? aduh mati lagi,” kata gadis dengan wajah cemberut.
Gadis itu pun kembali menghampiri Dev Anand di sebelah mobilnya yang dicuci.
“Lihat ini, bajuku basah kan kapan sih kamu berhenti bikin aku kesel terus?” makinya kepada Dev.
“Maaf Rhea, aku kan sudah minta maaf tadi, ayo masuk dulu,” sahut Dev meminta maaf dan mempersilahkan gadis bernama Rhea tersebut ke dalam rumanya. Mereka pun duduk di ruang tamu.
“Eh ini kan gantungan kunci yang kamu buat untuk aku dulu. Bagus banget loh, di Malioboro pun pasti tidak ada yang jualan begini,” kata Dev sambil mengambil gantungan kunci yang di kotak kenangan itu. Gantungan tersebut berbentuk hati berwarna coklak terukir lambang D&R.
Rhea hanya menatapnya kosong dan Dev terus memegang gantungan kunci tersebut.
“Mungkin karena buatnya dengan cinta kali ya,” sahut Dev kembali. “Udah deh, aku ini udah mau memulai hidup baru dan itu bukan sama kamu. Jangan ungkit-ungkit masa lalu kenapa sih. Susah ya, Dev sekarang aku mau konsisten sama…”
Rhea terus saja berbicara tanpa sedikitpun memandang ke arah Dev. Dev hanya memandang seikat undangan berwarna biru yang ada di samping tas Rhea. Di halaman utama undangan tersebut bertuliskan lambang J and R. sedikit terlihat raut kekecewaan di wajah Dev tapi, sesaat dia juga melihat ke arah Rhea yang terus berbicara Dev pun kembali memperlihatkan senyumnya sembari berkata
“Rhea, kalau bicara lihat orangnya dong, dari tadi bicara terus tapi tidak lihat aku, lihatnya ke depan saja,” tatap Dev pada Rhea penuh arti. Rhea pun salah tingkah dan sedikit melirik memperlihatkan wajah kesal pada Dev.
“Huh, lihat ini aku kan tidak bisa melanjutkan tujuanku,” kata Rhea merapikan bajunya sekaligus mengalihkan pembicaraan.
“Iya sebentar,” sahut Dev kembali ke dalam rumah untuk mengambil baju dan secangkir teh hangat untuk Rhea. Sebelum Dev benar-benar ke belakang dia sempatkan melihat dari samping dinding Rhea tidak lagi merapikan bajunya melainkan mengambil foto yang ada di kotak kenangan di meja. Rhea sejenak menatap foto tersebut dan menggoreskan senyuman. Dev yang melihatnya juga mengikuti alur senyum Rhea.
“Nih, diminum dulu sama pakek saja dulu gih kaosku di belakang,” sahut Dev dari belakang dan menaruh segelas teh di meja.
“Kamu tidak bisa begini terus sama aku Dev, acara itu penting sekali untuk aku, kamu lihat ini, cetak undangan yang bagus itu tidak mudah, ini saja sudah dicetak sampai berulang kali baru menemukan yang cocok seperti ini,” sentak Rhea mengambil undangan di meja dan mengeluarkan undangan lagi di tasnya.
“Belum lagi sewa gedung, aku rela bayar mahal untuk mendapatkan gedung yang pas dan cocok untuk keluargaku apalagi aku suka banget sama desainnya tidak ada yang peduli, cuma aku saja yang mengurusi semuanya,” kata Rhea kembali dengan tatap mata ke depan, Dev hanya bisa menatapnya heran dengan perkataan tiada yang peduli tadi.
“Belum lagi pelaminan, makanan dan minuman aku ikutin ke arah dapurnya supaya aku bisa tahu rasanya konstan apa tidak. Satu lagi, baju. Iya kamu harus lihat ya, gaun yang aku gunakan nanti adalah gaun yang paling indah yang pernah dijahit orang untuk aku. Bikin pernikahan yang sempurna itu tidak gampang Dev dan kamu, semestinya kamu hanya jadi masa lalu,” celotehan Rhea pun diakhiri. Keduanya pun terdiam.
“Ya sudah, aku harus bagaimana? Gimana caranya aku menunjukan kalau aku peduli sama kamu?” sahut Dev dengan nada rendah.
“Oke, kamu ikut aku sekarang untuk mengantarkan undangan-undangan ini, biar kamu mengerti kalau semua sms kamu, itu menggangu hubunganku dengan Jai,” kata Rhea sambil membereskan undangan yang berserakan di meja dengan sedikit kasar.
Mereka pun mengarungi kota Jogja dan mencari seluruh alamat yang bertuliskan di undangan. Mereka menjelajahi dengan mobil fiat biru milik Dev Anand, karena baju Rhea tadi basah dengan sedikit risih Rhea pun mengenakan kaos warna biru milik Dev. Dengan percaya diri Dev terus melaju tanpa bertanya alamat yang tertera di undangan padahal mereka sudah berputar-putar di satu tempat sampai tiga kali.
“Cowok itu ya dimana-mana sama saja, sukanya menggampangkan masalah, tidak ada satu pun yang beres,” sahut Rhea dengan tatapan sinis.
“Ya kalau memang gampang ya digampangin saja lah, buat apa dibuat susah,” kata Dev dan Rhea hanya mengabaikan pernyataannya dan Rhea turun dari mobil untuk bertanya kepada tukang ojek di depan. Dev berniat mencegah tapi Rhea keburu sudah turun dari mobil.
Mereka terus saja mengantarkan undangan, terkadang dalam perjalanan penuh dengan perdebatan dengan masa lalu mereka. Saat Rhea marah sepertinya Dev dapat menetralisir masalah. Mungkin mereka itu bagaikan tali yang saling berkaitan yang terkadang belum bisa terkait karena tali yang digunakan terlalu kecil tetapi, di antara tali tersebut memiliki kekuatan sehingga saling menguatkan di antara kaitan tersebut.
Segera mereka pun menuju alamat selanjutnya. Alamat rumah yang akan dihampiri mereka untuk mengantarkan undangan adalah rumah Maya, yaitu mantan kekasih Jai yang kebetulan mantan yang katanya paling cantik, paling pintar dan yang lain sebagainya. Dengan keberanian dan bisa dibilang naik darah Rhea melangkahkan kakinya di rumah besar tersebut. Rhea berhadapan langsung dengan Maya lalu mengulurkan undangan di tanganya. Maya menyambutnya dan sedikit bercerita kalau dia dan Jai masih sering komunikasi, terbukti dari ucapan Maya yang mengetahui proyek baru yang dikerjakan Jai sehingga Jai sangat sibuk akhir-akhir ini.
Rhea tak menunjukkan kekesalan hatinya tetapi Rhea langsung pergi dengan alasan masih banyak undangan yang harus diantarnya. Sedikit disinggung oleh Maya tentang kaos yang ia gunakan tetapi Rhea hanya menunjukan senyumnya dan segera berpamitan.
Rhea menunjukkan kecemburuannya di mobil Dev dan lagi-lagi Dev yang dimarahi Rhea, lagi-lagi Dev yang disalahkan Rhea. Rhea tidak mau pernikahanya berantakan karena ulah nenek sihir mantan kekasih Jai tersebut dan Dev masa lalunya. Rhea ingin pernikahanya berjalan dengan lancar. Dengan sedikit pamer dia menunjukan undangan pernikahanya pada Dev dan mengatakan padanya bahwa pernikahnya kurang 10 hari lagi dan tidak mau diganggu Dev.
Tetapi Dev menyangkal dan melihat undangan tersebut bahwa dalam undangan tersebut pernikahan Jai dan Rhea masih kurang 12 hari lagi. Dengan penuh heran Rhea pun melihat dengan seksama undangan tersebut, ternyata benar Jai belum membenarkan undangan tersebut dengan mengganti tanggal yang salah dengan tanggal yang benar. Semakin malu dan bingung saja Rhea. Namun Dev dapat mengatasi hal tersebut dengan meminta bantuan kepada temanya dan membuat Rhea kembali tersenyum lega.
Setiap perjalanan menuju suatu tempat Dev memutar lagu kesukaan mereka di kala SMA dan dapat dibilang sampai sekarang jadi lagu kesukaan mereka. Menjelang sore hari sekitar pukul 13:30 Dev pun berhenti sejenak untuk membeli minuman. Ringtone hp Dev pun berbunyi, rupanya teman Dev menagih perjanjian penjualan mobil, tapi tanpa sepengetahuan Rhea, Dev pun membatalkan perjanjiannya kerena bagi Dev ini adalah hari yang penting dan jauh lebih penting untuk Dev.
“Dev, lama banget sih, jangan ulur-ulur waktu kenapa,” teriak Rhea dalam mobil.
“iya iya,” jawab Dev dari kejauhan dan menghampiri Rhea di dalam mobil.
Tiba-tiba Handphone Rhea berbunyi
“Halo, Rhea maaf ya hari ini kita tidak bisa bertemu,” kata Jai di kantornya.
“Tapi nanti kan ada…” jawaban Rhea belum selesai.
“Kamu saja deh yang urus,” sahut Jai.
“Tadi katanya bisa sebentar, sebentar saja,” mohon Rhea.
“Mendadak aku ada meeting di semarang, jadwalku berantakan dan bosku marah, sudah ya nanti aku hubungi lagi,” sahut Jai kembali.
“Tapi Jai, tut, tut, tut,” Rhea pun hanya berputar-putar di tempat dengan wajah kesal sekaligus penuh dengan kebingungan.
Ringtone Rhea pun kembali berbunyi.
“Halo Jai,”
“Maaf Mbak, ini dari Suang Gown Collections jadi fitting baju hari ini kan, sudah tiga kali dibatalkan loh.”
“Aduh, iya iya terimakasih sudah diingatkan ya,” jawab Rhea dengan bingungnya.
Telihat raut wajah Rhea penuh dengan kekecewaan yang mendalam dan kepanikan yang luar biasa. Dia hanya dapat berputar-putar di satu tempat sepertinya Rhea mengalami tekanan batin yang mendalam. Dev hanya bisa melihatnya di dalam mobil. Rhea pun mencoba menghubungiku dan aku hanya bisa mengingatkan dia yang berkata siap menghadapi resiko atas kesibukan Jai calon suaminya.
“Sudahlah, kamu cari siapa gitu, yang badannya setara sama Jai buat gantikan mencoba bajunya,” kataku meyakinkan.
Rhea pun mengalihkan pandangannya pada Dev, dan menutup percakapannya denganku. Rhea pun melemparkan senyum pada Dev.
Sesampainya di Suang Gown Collections Dev langsung mencoba baju yang akan digunakan Jai di pernikahan Rhea, gadis yang dicintai semenjak mereka masih bersama saat SMA sampai lulus kuliah dan harus bertemu dan dekat kembali saat 10 hari sebelum pernikahan Rhea, perasaan Dev belum bisa berubah sampai saat ini.
Dev pun berjalan mendekati Rhea yang juga memakai gaun pengantin yang akan ia gunakan. Dengan pandangan kosong Dev berjalan dan terlihat di depan cermin, Rhea pun merapikan baju yang dikenakan Dev, mencocokan dengan gaun yang dia gunakan, melihat sisi kanan dan kiri dan saling pandang lalu menunduk kembali.
Mereka pun kembali menjelajahi alamat, melihat-lihat undangan dan mecari alamat kembali. Dalam perjalanan saat ini Rhea terlihat sangat murung dan tak berbicara sama sekali. Ketika malam hari Dev mengajak Rhea ke warung masakan padang dan menikmati sate khas padang. Di sela-sela mereka makan Dev memberikan sedikit candaaan dan nostalgia lucu seputar kota Jogja dan masa lalu, sehingga Rhea seperti melupakan kepenatan yang dia lalui di hari tersebut.
Setelah mereka menikmati makan malam mereka pun kembali ke mobil sambil membawa lampion pemberian Dev untuk Rhea di mana dulu Dev pernah berjanji membuatkan Rhea lampion dengan lirik lagu kesukaannya.
Ternyata dari tadi Handphone Rhea tertinggal di dalam mobil. Ada 15 miscall dan 20 sms dari Jai. Tiba-tiba Jai menelfon kembali, perdebatan antara Jai dan Rhea pun terjadi. Jai marah besar karena dari tadi telfonnya tidak diangkat, Jai sangat mengkhawatirkan Rhea, terlebih saat Rhea bilang bahwa sekarang Rhea pergi bersama Dev. Jai dan Rhea pun saling menyalahkan tak ada yang bisa menghentikan perdebatan mereka di Handphone. Dev hanya terdiam di belakang mobil dan terkadang melihat Rhea marah-marah dan melampiaskan semua yang dia lakukan di hari-hari sebelum pernikahanya pada Jai. Jai tetap membenarkan dirinya dengan nada tinggi.
“Dan ternyata aku juga yang salah, berharap sama kamu yang ternyata buat kamu itu tidak penting, apa jangan-jangan ini semua memang salah ya Jai,” terdengar perkataan Rhea disertai menutup komunikasinya dengan Jai dan Rhea pun masuk ke dalam mobil. Air matanya meleleh dan isak tangis pun terdengar di telinga Dev, Dev pun segera membuka pintu mobilnya dan menyeka air mata Rhea. Mencoba menenangkanya.
Rhea bertanya-tanya mengapa sms, kotak, miscall dan semua yang dilakukan Dev padanya baru sekarang dia perlihatkan kembali. Dev pun dengan seksama menceritakan kebodohannya di tahun kemarin yang membiarkan Rhea jatuh di hati orang lain. Setahun setelah mereka putus memang mereka tidak pernah berkomunikasi kembali, mereka putus kerena hal kecil yang dilakukan Dev yaitu tidak datang di acara penting keluarga Rhea. Dev menceritakan hal yang sebenarnya terjadi tetapi Rhea tidak percaya pada Dev, mungkin kerena kekecewaan Rhea pada Dev tapi Rhea memilih untuk tetap tidak percaya pada Dev.
Padahal satu minggu ke depan mereka 10 tahun anniversary, Dev mempersiapkan semua perayaan tersebut tetapi Rhea tidak datang, sampai cafe itu tutup Rhea tetap tidak datang. Dan tiga hari setelah itu Rhea menyuruhku untuk menyampaikan pada Dev bahwa Rhea ingin putus. Dev tidak menyangka 10 tahun kebersamaan mereka, Rhea menyuruh orang lain untuk menyatakan putus. Dev sangat marah pada Rhea waktu itu padahal Dev sudah berusaha untuk menjadi apa yang Rhea inginkan dan di saat yang sama Dev juga merasa itu semua sepertinya tidak cukup untuk Rhea.
Dev menyadari kebodohanya mendiamkan Rhea karena Dev inginnya bisa melupakan Rhea tetapi ternyata tidak bisa jadi saat ini Rhea akan jadi milik orang lain. Rhea hanya tertunduk tak berarti ketika Dev menjelaskan semuanya. Mereka bertatapan penuh arti di malam yang sunyi bersama semilir angin.
Malam itu seperti malam yang indah untuk Rhea dan Dev mereka menghabiskan waktu bersama. Di sisi lain Jai sangat bingung mencari keberadaan Rhea, menghubungiku dengan nada tinggi dan aku hanya merendah tak bisa berkata. Sepertinya Jai berkeliling-keliling Jojga tetapi tidak bertemu dengan Rhea. Aku mencoba menelfon Rhea dan berkata semua yang terjadi saat ini, ibunya khawatir sekali denganya, Jai mencari-cari dia, kakaknya sudah mengetahui kalau dia jalan dengan Dev Anand, mantan kekasihnya.
Setelah mengabiskan malam di pasar malam bersama Dev, Rhea pun diajak Dev untuk ke rumah teman Dev. Di dalam perjalanan mereka Dev masih terlihat seperti dulu dia tidak pernah berubah kata-katanya membuat Rhea terus memandangnya dengan heran. Ada yang belum terungkap dari diri Rhea saat itu dan Dev, dia terus melontarkan kebahagiaannya saat ini yang dapat menaklukan hati Rhea kembali. Sehingga tak dapat melihat hal yang belum terungkap di mata Rhea. Saat tiba di rumah teman Dev, Dev mengatakan bahwa dia akan mengajak Rhea ke Lombok naik mobil untuk bersenang-senang.
Rhea terus saja diam saat Dev mengatakan hal tersebut dengan tertawa penuh kebahagiaan. Saat Dev masuk ke dalam rumah temannya, Rhea terlihat bingung dan mengambil undangan di tasnya. Kemudian Rhea melihat di sampul undangan tersebut bertuliskan kepada Dev Anand dan Rhea membuka sampul undangan tersebut lalu ia baca. Pernikahan Jai Ariansyah putra dengan Rhea Anindya, meneteslah air mata Rhea saat itu.
Rhea pun mengambil bulpoint dan mengganti tanggal yang salah. Saat Dev kembali ke mobil, Rhea menyambutnya dengan senyuman dan terlihat matanya yang merah karena menangis. Rhea pun mengatakan bahwa sebenarnya dari tadi Rhea ke Dev itu untuk mengantarkan undangan pernikahannya. Dev menyangkal ucapanya bahwa Rhea akan menikah dengan Dev. Wajah Rhea pun sangat ragu.
“Kapan?” tanya Rhea pada Dev.
“Ya, nanti lah Rhea, kita harus bereskan pernikahan kamu yang membuat kamu kacau,” jawab Dev meyakinkan.
“Dev, sama kamu itu selalu saja, liat saja nanti. Selalu saja ada yang lebih seru dari pada yang lebih penting,” kata Rhea menggenggam tangan Dev.
“Rhea, aku bukan Dev yang dulu. Aku sudah berubah Rhea,” jawab Dev lagi-lagi dengan wajah yang meyakinkan.
“Kamu itu sama seperti keadaan kota Dev, gampang sekali berubah. Dan kamu, berubah tapi sebenarnya tidak pernah berubah,” kata-kata Rhea membuat Dev mengerutkan keningnya dan menaruh tangannya di dahi.
“Ini bukti bahwa kamu tidak bisa menikah sama Jai, tanggal di undangan ini saja salah,” sahut Dev dengan nada tingi dan menunjuk ke undangan yang di serahkan Rhea.
“Coba sekarang kamu lihat, ternyata aku bukan cuma ingin menikah sama Jai tapi aku juga butuh Jai. Sama Jai aku bisa tahu apa yang aku butuhkan, bukan sekedar ingin,” kata Rhea pada Dev. Dev pun langsung membuka pintu mobil dengan keras dan menutupnya dengan keras pula. Rhea pun kaget dan masih menunjukan senyumnya untuk menenangkan hatinya.
“Kamu tadi sudah memilih Rhea, tapi mengapa sekarang kamu mundur begitu saja. Apa maksud kamu,” kata Dev dengan nada tinggi. Rhea pun ikut keluar dan berkata kepada Dev.
“Dev,” dengan halus dan tetes air mata.
“Ya sudah, aku antarkan kamu pulang,” jawab Dev dengan menunduk dan pelan-pelan menatap Rhea dengan mata berkaca-kaca.
“Tidak usah Dev, aku ingin kita benar-benar selesai sekarang, tadi pagi aku datang sendiri dan sekarang aku harus pulang sendiri,” kata Rhea dengan menatap Dev dan air mata yang tak bisa ia bendung.
Di sisi lain, Jai begitu menyesali perbuatannya, menyesali apa yang dia lakukan di belakang Rhea. Jai pun menghapus kontak Maya di Handphonenya.
Rhea pun pulang naik taksi namun, Rhea tahu siapa Dev, Dev mengikutinya dari belakang dengan mobilnya. Taksi Rhea pun berhenti, Dev pun turun dari mobil menghampiri Rhea di tepi jalan.
“Sepuluh hari lagi ya?” kata Dev pada Rhea dengan tangan berada di saku celana.
“Kamu datang ya, terimakasih atas semuanya, aku tetap mencintaimu sebagai seorang sahabat Dev, ” kata Rhea menggengam tangan Dev dengan air mata.
“Ini kaos buat kamu ya, disimpan baik-baik ini kan…” kata Dev belum selesai berbicara.
“Iya aku tahu, ini kaos kesukaan kamu,” kata Rhea. Dev pun mulai berjalan meninggalkan Rhea menuju mobilnya dengan langkah penuh kekecewaan dan kesedihan.
“Oh iya Rhea, tadi aku bohong sama kamu, justru lebih cantik kamu dari pada Maya, Jai pasti tahu itu, aku akan datang di hari kebahagian kamu,” kata Dev membuat Rhea tersenyum walau air matanya tetap mengalir.
Mobil Dev pun tak terlihat lagi oleh Rhea, Rhea pun berjalan menuju rumahnya. Di depan rumah Rhea, Jai telah menunggu sambil duduk. Jai meminta maaf pada Rhea, Jai mengaku bahwa dia yang egois selama ini, dia tidak memikirkan keadaan Rhea. Jai sudah menerima apapun yang tidak sesuai nanti saat pernikahan, yang penting Jai tetap menikahi Rhea. Jai pun siap jika Rhea sudah memilih. Dengan kerendahan hatinya Jai akan menanggung semua kekacauan. Tetapi Rhea meluruskan ucapanya, Rhea memilih untuk tetap menikah dengan Jai. Mungkin cinta Dev di hari itu adalah sebuah obsesi semata yang membuat hatinya belum juga terbuka untuk menunjukan kepastian pada suatu hubungan. Mungkin cara Jai menunjukan cintanya pada Rhea belum dapat dimengerti Rhea. Mengarungi samudra mahligai cinta suci penuh gelombang silih berganti, semua adalah ujian penguat cinta. Masih banyak waktu untuk menunjukan cinta, tapi sedikit waktu untuk mempercayai sebuah kepastian dalam hubungan.


 sekian terima kasih